Minggu, 20 Februari 2011

rindu suling bambumu...

Sore sebelum kuputuskan untuk mandi, baik mungkin sedikit berbagi dari balik jendela dunia maya...
Sepanjang hari ini, mungkin tak genap seratus kali kaki kulangkahkan, karena memang hanya turun ke lantai 2, 1 trus balik lagi ke lantai 3. Selebihnya kuhabiskan sepanjang weekend ini di ruangan yg selalu dipenuhi aroma telon. Ruangan yang menjadi tempatku berbagi suka duka dengan seisinya. Membenamkan semua rasa bahkan menghabiskan sepanjang hari hanya untuk tidur.

Sambil merasa-rasakan coklat di gelasku yang tak lagi hangat (karena memang sudah beberapa jam yang lalu kubuat), tapi tetap saja nikmat dan sedikit bisa membuat pikiran rileks...Sesekali, menjelang sore tadi beberapa burung hilir mudik, berkicau dan sempat beberapa kali bertandang ke jendela kamarku.. Uey...jernih sekali suaranya. Ya setidaknya bisa menggantikan backsound winampku ato nada sms dari telpon genggaku yang sepanjang hari ini sedikit lebih tenang.

Benar-benar sore yang selalu ku tunggu, ketika waktu itu di hadapan kami telah tersedia secangkir teh hangat dan kopi hitam (karena dia tak pernah mau merasakan nikmatnya kopi). Selalu mencoba menghabiskan senja bersama, dengan engah nafasnya tersengal, karena kepul asap rokoknya yang sudah mirip dengan kepala loko. Tapi itulah, sosoknya yang selalu membuatku tak takut pada apapun. Pribadi yang mampu mengabsikan seluruh hidupnya untuk sebuah keyakinan, kelak keturunanya akan mengantarnya dalam senyum  (mungkin akhir hayat yang dia maksud)..
Sama seperti sore ini, berdenging di telingaku celotehnya 13 tahun lalu..."matahari akan selalu membawa pulang anak-anak burung"
Kini, aku bisa memaknai pesan itu. ya..sarat dengan makna....

Memang tak banyak yang dia ajarkan, tapi teladan itulah yang membimbing kami keturunannya.
Ketika mentari terbenam di batas cakrawala...Burung-burung pulang ke peraduannya..Hembus angin malam membisikkan betapa teguhnya raga yang telah kuyu itu.

Seluruh angan dan mimpiku bersamanya. Bercengkerama di kala senja sore ini.
Merindukan nafas tersengalnya...Mendambakan aroma tubuhnya yang bercampur dengan asap rokok..
Sungguh aku merindukannya...yang selalu menceritakan kepada keturunannya dongeng kancil dan pak tani...
Sama seperti senja ini, ketika terdengar suara azan di surau dekat hunian kami...
Suasanapun akan kembali hangat, ketika ia memanjakan telinga kami dengan serulng bambu atau harmonikanya...

Ya, aku merindukanmu...
Sama seperi senja 13 tahun lalu...
Aku merindukan derap langkamu yang mendekati tempat tidur kami, ketika kau tahu sebenarnya kami tak mau sebera terlelap...
Aku merindumu...sungguh merindukanmu...
Kukirimkan rindu ini lewat senja sore ini,
dengan untaian doa semoga Sang Pemilik Senja segera membuatmu kembali tersenyum.
Cepat sembuh, Bapak...Aku merindumu.

Senja di Hanura, 19.34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar