Rabu, 26 Januari 2011

rasa ini tak salah

Di kala senja yang tinggal separoh, 26 Januari 2011


Tak bisa kupungkiri...


aku merindukannya...


hanya dia....

Minggu, 23 Januari 2011


Sayu terdengar suara gadis kecilku 
"Hujan sudah reda. Mana pelangi seperti yang pernah ayah ceritakan?"

kembali memeluknya erat dan merasakan detaknya.

(pada suatu Senja, di hari kasih sayang 2009) 
memikirkanmu, kita, dan masa depan yang akan kita bangun kelak...
tentang bagaimana membangun pondasi di atas pasir...
tentang indah yang pelangi hadirkan sesaat setelah hujan reda...

semua ini tentang harapan dan pengorbanan...
berada di tempat terasing hanya berasma bayangmu...
namun, hati dan cintamu tlah kurengkuh seutuhnya...
mencintai dengan sederhana seperti yang kau mau
memiliki hanya ketulusan dan separuh hidupmu.

Berbagi denganmu
melewatkan pergantian masa...
merangkai sebuah harapan dan mewujudkannya

dengan semua yang kita miliki.
hanya ada aku dan kamu.
 dan impian kita yang sederhana
di tempat yang sederhana....

Terima kasih bijaksana...
_23/01/2001_23.54 p.m

Senin, 17 Januari 2011

Inilah rinduku...

Berada pada satu ruang tanpa penghuni..
Semua kembali menjadi begitu asing, tak mampu ku kenali satu per satu tiap sudut ruang ini.
Bukan mengerjakan sesuatu yang rumit dan berat, namun menguras suluruh kerja otak, pikiran, dan perasaan. Semua tercurah pada tiap sudut ruang yang tengah kuhuni..
Bukan juga tanpa alasan ragaku terdampar pada persinggahan tak bertuan ini.
Bukan juga karena terlalu banyak alasan, aku berada di sini…di ruangan ini.
Ini bukanlah rasa, juga bukan harapan.

Dengan segala resa dan kesah, ku benamkan seluruh dukaku di senja ini. 
Seolah semua tak mampu lagi berkompromi. 
Kawan menjadi lawan, saudara tak lagi berkawan, lawan semakin melawan. 
Ehm…alur logika dan perasaan semakin berlawanan arah. 
Dan semua itu selalu samar pada sepasang senja. 

Terlintas seribu peluh yang tlah dia cucurkan untuk sebuah harapan, kelak senyum kan mengiring kepergiannya.
Mencoba bertahan untuk sebuah senyum yang tlah ia gantungkan,
untuk seluruh hidup yang tlah ia korbankan,
untuk semua air mata yang tlah ia teteskan
dan untuk sebuah semangat  yang tak pernah ia padamkan....

Tak lain, semua ini kulakukan untuk sekeping raga yang kini nafasnya semakin tersengal...
Senyum yang kau mau kan kuwujudkan,..
Semangat yang kau tularkan, kan terus kulanjutkan...

Sampai pada sesimpul senyum yang kau damba.

Inilah kerinduanku...
........dan...........
Inilah rinduku...
pada dongeng yang selalu kau bagikan
tatkala senja tak lagi bersama-sama dengan kita
melanjutkan mimpi dan senyum yang tlah kita bangun,
bersama seluruh harapan akan masa depan.
senyum...
senyuman...
dan...
tersenyum...

    aku,    kau,    dan       kita.......

                            .......untukmu
"terima kasih untuk masa kecilku"
 "terima kasih untuk senyummu" 
"terima kasih ayahku"

-17 01 2011-

Rabu, 05 Januari 2011

Ku temukan sebuah jingga tak bersenja...

Di ambang senja, berkas selaksa sirna….
Dan…langkahku terperanjat dalam sebuah JINGGA.
Dalam jingga tersirat sebentuk sinar yang membuatnya menjadi begitu megah. Menjadikannya tak kuasa lagi terelakkan. Teramat indah kilauan yang sang jingga….

Tiba-tiba tak ada lagi sebuah jingga di sudut temaram senja,
Yang tertinggal hanya sebuah sungging di sudut sumbing…
Akh…aku teregun, mengapa, kenapa???
Sisi senjaku berbisik...”kau padam”

Inikah senja?
Inikah jingga?

Sejenak alur nalarku berhenti, inikah hidup?
Hidup sebuah jingga?

Apa itu senja? Apa itu jingga?
Adakah senja dan jingga itu?
Siapa senja? Siapa jingga?
Di manakah mereka bersinggasana?

Semakin tak teraih oleh jerit dan julur alurku, karena senja dan jingga kembali mejadi sama.

Batas senja dan jingga tak lagi terlihat, jingga mulai tersamar, dan senja mulai menjingga.  Ku temukan sebuah jingga tak bersenja,,,,

Tapi, di sudut kota, di sebuah balkon, ada sepotong senja
Tak lagi jingga, Diam.

menanti

Posted by Picasa
...untaian tentang...

                                         (siang hari dengan ditemani gitar dan segelas kopi)
 

Tentang keindahan yang pernah aku sentuh dengan ujung jariku
Tentang dingin yang pernah membalut kulitku
Ini memang tentang kisah yang pernah di lukis di kanvas yang adalah milikku
Tentang pohon raksasa yang pernah tumbuh di dalamku
Tentang bangunan tua yang pernah menjadi rumahku
Tentang syair yang pernah menjadi lagu-lagu pengantar tidurku
Tentang ciuman memabukkan yang pernah mengunjungiku
Ini memang tentang langit biru di alam kecilku
Ini tentang betapa harumnya pagi-pagi yang pernah kulewati
Tentang asinnya air laut yang pernah aku kecap
Tentang api yang pernah menjadi bayanganku
Sungguh, ini tentang cinta yang pernah ada di layarku
Ah..., hanya tentang indah yang sederhana
Ini tentangmu...
Ini cerita tentang rinduku
terima kasih senjaku 
aku merindu
-jingga-

ingin mencintai


Aku ingat kau yang mencintai langit setelah selesai hujan.
"Seperti ada puisi menguap dari rumput, mohon dibacakan."

Pada pelangi sebentar, bisikmu gemetar, "langit usai hujan,
bisakah kau ajari aku menertibkan angan. Aku kedinginan."

Aku ingat kau yang seperti enggan mengunci jendela kamar,
sebelum kubacakan puisi, hangat jingga senja makin samar.